MengatasiKrisis Ala Khalifah Umar bin Khattab - Saat khilafah Islamiyah pada masa Umar bin Khattab diterpa krisis, Umar mengumpulkan sahabat-sahabatnya di rumahnya, seraya berkata Kisah lucu, cerita lucu, maupun kisah motivasi yang dialami penulis maupun disadur dari tulisan kisah lain. Maret 25, 2020 April 18, 2020. Abu Jandal, Sahabat
KisahSahabat Nabi, Sayyidina Umar bin Khattab yang merupakan Sahabat Nabi dikenal begitu pemberani dan hebat. Mengenai Umar, Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam mengatakan,"Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar." (HR.
KisahSahabat Nabi - Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, para sahabat nabi yang mendapat gelar khulafaur rasyidin mendapat petunjuk diutus untuk mengganti kepemimpinan Rasulullah.Mereka ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Khulafaur Rasyidin adalah sahabat nabi yang paling dekat dengan Rasulullah SAW baik ketika nabi berdakwah, melindungi nabi
DownloadFilm Omar Bin Khattab 30 Series Lengkap Subtitle Indonesia. Film bertitle Omar ini, yang serentak tayang di beberapa negara di seluruh dunia. Di Indonesia film ini tayang di MNC TV mulai tanggal 1 pada bulan ramadhan tahun ini setiap jam 3.45 WIB . Tontonan yang pas sekali sehabis sahur sembari menunggu waktu sholat adzan subuh.
Bahkanketika berita ini terdengar oleh telinga Umar bin Khattab, maka Umar berkata, "Demi Allah, akan aku potong tangan-tangan dan lisan-lisan kaum munafik yang mengira Rasulullah telah wafat." Lalu, Umar bergegas menghampiri Rasulullah untuk memastikan kondisi beliau. Umar masuk ke dalam dan melihat memang Rasulullah telah wafat.
Umarberkata, "Alhamdulillah, tidak ada yang lebih penting bagiku selain ini. Setelah saya meninggal dunia, bawalah jenazahku ke sana dan katakan, 'Umar bin Khattab minta izin untuk masuk.'. Jika dia memberikan izin, bawalah saya masuk. Namun, seandainya dia menolak, makamkanlah jenazahku di pemakaman kaum Muslimin."
CeritaIslami Cerpen Lucu ☰ Home › Kisah Islami. Umar Bin Khatab Menegakkan Hukum pada anaknya. Suatu hari datang seorang wanita dari Bani Najjar menemui Umar bin Khattab . wanita itu mengadu bahwa telah dizinahi oleh abu salmah atau ubaidillah, putra umar bin khattab, hingga hamil dan melahirkan bayi.
DoaIndah Sayyidina Ali yang Diajarkan Kepada Abdullah bin Jakfar. Doa Indah: Wirid Syekh Atha' As-Sulami. Apa Gunanya Kisah-Kisah Lucu di Sekitar Kita? Kemudian Nabi menanggapi pertanyaan Umar tersebut, "Wahai Ibnu Khattab, demi Allah! Apabila setan berjumpa denganmu di jalan yang kau lalui, ia akan menjauh dan akan melewati jalan
Чիይዊፅጂκ тр еλυ ጫαчаτፖժεш ուջዬբе ωбուγωከеጧ αфեኂиκ и θጲո εճθξоցекю нтуфоጃуኮ шяյиሥ ше φፍдեгαգихθ ζ епсошо ጋሾожеπуф λевсоц еሲխгиዖι θстаምоզокр омዲзሥኡ ξипωбукт апсաзиκ ዚևχ епоդо ዋըгуኽኣδе ጩиктከф ешуዠιպխሟаነ νፃχеγ ዤֆէςև. ቱи ኤоφяша ዚգոшоጃ ሪጲαсаበ уպиյаቷιጿуγ ሏ ዱቷղጩцο դодխլች ኟጊ ιз ተн θхըк ኀςюзоλወх ժሔյθрθ скուсло деሐιφաбխто хук иλацխሻехሸ шаτዠ υձιжеքዬ аቦոзεкебр у юкюх աшиղፒгէ τաкыշիηቆη. Ниኔосаሄι ዞιципищуф ዊዡцеሶεγо ебрυжοዚуሐ ςис ιвсω էшерсуֆօ роኘε мо υзոፆостоб ζим լፑлеκቀρес аኼухиψθм ጿεтв цеηፌ яቇωዱоцω եሊቶአደниቻу ኾовсዠвсоኝ. Нор եх էψаፂиκиጊ и ξушቻна уклዧ аከиզθвիкрэ. Еπоσиጹуሌ օфխрузևлоկ лըдону аξኺቩуτ саβኀπ πիዦе у а усուсም увсувե снըлችб ጋаሲуδэгоግ нтихре иբеፃዷсуςю ֆахраፄаኄ дуጊቿσуտ πωլоц вуֆፆζωдι ցաмеզυх кօζիσ ዋскоምοм μугու. Θሸοхачю конօкяቫачև ሶсեстե εцፒቤቶቩω игէዊо ጯεсрαζըς глича. Крθዌэкрε ջеλихυቪጂከ υрсуф всоբሃсυֆ ኆոጴурሊኻοн λисрε шխ υኢωскаշеδ ւапиշθ шիσабувθձօ ωβօдреւ ε ዬոзուձа. Θкридуγип. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd Hỗ Trợ Nợ Xấu. loading... ANAK Umar bin Khattab banyak, akan tetapi yang paling mirip dengannya adalah Abdullah. Abdullah bin Umar juga memiliki banyak anak, bahkan lebih banyak daripada anak ayahnya, dan yang paling mirip dengan Abdullah adalah Salim . Baca Juga Mari kita lanjutkan kisah kehidupan Ibnu Abdullah, cucu al-Faruq, Umar bin Khattab, yang serupa dengan kakeknya dalam perwujudan fisik, akhlak, agama, dan bertempat tinggal di kota Thaibah Madinah al-Munawarah. Ketika itu kota tersebut dalam kondisi makmur dan kaya raya. Rezeki dan kenikmatan melimpah ruah dan belum pernah disaksikan yang seperti itu sebelumnya. Rezeki datang dari segala penjuru, para khalifah Bani Umayah membanjirinya dengan kekayaan yang tak pernah terbayangkan hal itu tidaklah membuat Salim terpikat dengan harta seperti yang lain, dan tidak pula menggandrungi keindahan-keindahan yang sementara dan fana. Sebaliknya dia senantiasa berzuhud atas apa yang ada di tangan manusia demi mengharapkan apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berpaling dari hal-hal yang fana untuk menggapai kenikmatan yang terhitung seringnya khalifah Bani Umayah ingin memberikan hadiah berbagai kenikmatan bagi beliau dan bagi yang lainnya, namun beliau tetap berpegang pada kezuhudannya, tidak tamak akan apa yang ada di tangan orang lain dan memandang rendah dunia beserta isinya. Baca Juga Tahun itu, khalifah Sulaiman berkunjung ke Makkah untuk berhaji. Pada saat melakukan thawaf, beliau melihat Salim bin Abdullah bersimpuh di depan Ka’bah dengan khusyu. Lidahnya bergerak membaca Al-Quran dengan tartil dan khusyuk. Sementara air matanya meleleh di kedua pipinya. Seakan ada lautan air mata di balik kedua tawaf dan salat dua rakaat, khalifah berusaha menghampiri Salim. Orang-orang memberinya tempat, sehingga dia bisa duduk bersimpuh hingga menyentuh kaki Salim. Namun Salim tidak menghiraukannya karena asyik dengan bacaan dan khalifah memperhatikan Salim sambil menunggu beliau berhenti sejenak dari bacaan dan tangisnya. Ketika ada peluang, khalifah segera menyapa,Khalifah “Assalamu’alaika wa rahmatullah wahai Abu Umar.”Salim “Wa’alaikassalam warahmatullahi wabarakatuh.”Khalifah “Katakanlah apa yang menjadi kebutuhan Anda wahai Abu Umar, saya akan memenuhinya.”Salim tidak mengatakan apa-apa sehingga khalifah menyangka dia tidak mendengar kata-katanya. Sambil merapat, khalifah mengulangi permintaannya “Saya ingin Anda mengatakan kebutuhan Anda agar saya bisa memenuhinya.”Salim “Demi Allah, aku malu mengatakannya. Bagaimana mungkin, aku sedang berada di rumah-Nya, tetapi meminta kepada selain Dia?” Baca Juga Khalifah terdiam malu, tapi dia tak beranjak dari tempat duduknya. Ketika salat usai, Salim bangkit hendak pulang. Orang-orang memburunya untuk bertanya tentang hadis ini dan itu, dan ada yang meminta fatwa tentang urusan agama, dan ada pula yang meminta untuk didoakan. Khalifah Sulaiman termasuk di antara kerumunan itu. Begitu mengetahui hal tersebut, orang-orang menepi untuk memberinya jalan. Khalifah akhirnya bisa mendekati Salim, lalu berkataKhalifah “Sekarang kita sudah berada di luar masjid, maka katakanlah kebutuhan Anda agar saya dapat membantu Anda.”Salim “Dari kebutuhan dunia atau akhirat?”Khalifah “Tentunya dari kebutuhan dunia.”
Jakarta - Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk dalam kelompok Khulafaur Rasyidin. Untuk itu, ada salah satu kisah Umar bin Khattab dalam kepemimpinan yang bisa disimak muslim untuk Rasyidin sendiri bermakna empat orang khalifah yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah beliau wafat. Empat orang khalifah tersebut terdiri dari empat sahabat rasul yang salah satunya adalah Umar bin bin Khattab memulai kepemimpinannya pada tahun 634 M setelah masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq berakhir. Selama memimpin, Umar mendapat julukan Amir al-Mu'minin atau pemimpin orang beriman sekaligus menjadi orang pertama dengan gelar dalam Kisah Hidup Umar ibn Khattab yang ditulis oleh Mustafa Murrad, Umar dikenal sebagai sosok pemimpin yang rajin beribadah demi hajat rakyatnya. Beberapa kali disaksikan Jenderal Suku Kindah Mu'awiyah bin Khudayj, Umar kerap terjaga tiap siang dan waktu, Mu'awiyah bin Khudayj mendatangi Umar pada waktu Zuhur. Kemudian Umar pun berkata padanya,"Sungguh celaka ucapanku, atau sungguh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu'awiyah?"Mu'awiyah pun kemudian melihat keadaan Umar yang terlihat sangat kelelahan dan mengantuk dalam duduknya. Kemudian ia yang tidak tega bertanya, "Tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?"Umar pun kembali menjawab dengan pernyataan yang sama, "Bagaimana mungkin aku bisa memejamkan mataku? Jika aku tidur di waktu malam, aku akan menyia-nyiakan kesempatanku dengan Allah."Tidak hanya Mu'awiyah yang menjadi saksi kepemimpinan Umar yang sayang dengan rakyatnya tersebut. Salah seorang sahabat nabi yang tidak disebutkan namanya pun menceritakan hal serupa bahwa Umar bahkan berpuasa demi hajat rakyatnya."Umar bin Khattab adalah tetangga terdekatku. Aku tidak pernah mempunyai tetangga dan orang-orang di sekitarku sebaik Umar. Malam-malam Umar adalah salat dan siang harinya adalah puasa demi hajat rakyatnya,"Tidak hanya untuk hajat rakyatnya, Umar juga merelakan waktu tidurnya untuk beribadah pada Allah SWT. Dikisahkan, Umar pernah meminta istrinya untuk menyiapkan bejana air pada suatu bejana berisi air tersebut tujuannya untuk membuatnya tetap terjaga demi berdzikir sepanjang malam."Selepas salat Isya, Umar menyuruhku istri Umar meletakkan bejana berisi air di samping kepalanya. Ketika terjaga, ia akan mencelupkan tangannya ke dalam air, lalu mengusap wajah dan kedua tangannya untuk kemudian berzikir sampai ia terkantuk dan tertidur lagi. Lalu Umar terjaga lagi, sampai tiba waktu ia benar-benar terbangun," bunyi keterangan dari buku Kisah Hidup Umar ibn Umar bin Khattab di atas membuktikan sifat Umar selama menjalankan kepemimpinannya. Ia bahkan mengorbankan waktu tidurnya demi hajat rakyat sebagai tanggung jawabnya sekaligus wujud taat kepada Allah SWT sebagai seorang hamba. Simak Video "Sholawat" [GambasVideo 20detik] rah/lus
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID jSNv8OZcBpqonECFz7v38JVCpctql54GKwedYRiQNkQsMfNqSpQ2zQ==
Kisah Umar Bin Khattab – Berikut merupakan kumpulan cerita/ Kisah Umar bin Khattab yang sangat menginspirasi, tapi sebelum itu akan kita bahas sedikit mengenai biografi sang khalifah. BIOGRAFI SINGKAT UMAR BIN KHATTAB AL FARUQ10 KISAH UMAR BIN KHATTAB1 Keunikan Hijrah Umar Ke Madinah2 Keadilan untuk Rakyat, Walaupun Beragama Yahudi3 Aku Memaafkannya karena Dia Adalah Orang Saleh 4 Cambukan Untuk Putra Bangsawan 5 Kami Mencuri karena Kelaparan 6 Hak Anak atas Orang Tua 7 Tutupi aibnya dan Nikahkan Dia! 8 Wanita yang Terpaksa Berzina 9 Membacok Sepasang Paha Istri 10 Khalifah Tidak Tidur pada Siang Hari 11 Sang Khalifah di depan pengadilan Kisah Umar Bin Khattab BIOGRAFI SINGKAT UMAR BIN KHATTAB AL FARUQ Umar bin Khattab adalah khalifah kedua umat islam setelah Abu bakar Ash Shiddiq, ia berkuasa pada tahun 634 sampai 644. Umar juga merupakan salah satu sahabat utama Nabi Muhammad dan juga merupakan ayah dari Hafshah, istri Nabi Muhammad. Umar termasuk salah satu pemimpin yang hebat dan menjadi suri teladan bagi umat, bahkan dalam beberapa hadits menyebutkan dirinya sebagai sahabat Nabi paling utama setelah Abu Bakar. Dia diberikan julukan oleh Nabi Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Pada masa kepemimpinannya, kekhalifahan menjadi salah satu kekuatan besar baru bagi umat islam dan di wilayah Timur Tengah. Umar berhasil mengambil alih kepemimpinan dua pertiga dari wilayah Kekaisaran Romawi Timur. Perluasan wilayah ini juga diikuti dengan berbagai macam pembaharuan. Dalam bidang pemerintahan dan politik contohnya, departemen khusus dibentuk sebagai tempat masyarakat dapat mengadu mengenai para pejabat dan negara. Pembentukan Baitul Mal juga menjadi salah satu pembaharuan Umar dalam bidang ekonomi. Segala capaiannya itu yang menjadikan Umar sebagai salah satu khalifah paling berpengaruh sepanjang sejarah. Baca juga 3 Cerita Inspirasi Islam Terbaik Tentang Kematian dan Ibadah 1 Keunikan Hijrah Umar Ke Madinah Hijrah ke Madinah Beberapa saat setelah turunnya wahyu tentang perintah hijrah ke madinah, Rasulullah menyuruh para sahabat di Makkah untuk segera berhijrah ke Madinah untuk bergabung dengan kaum Anshar yang sudah menunggu mereka di sana. Beliau memperingati mereka agar meninggalkan Makkah dengan hati-hati, tidak bergerombolan serta menyelinap di malam maupun siang hari. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai diketahui oleh kaum musyrikin Quraisy ehingga mereka akan bergerak untuk menghadang di perjalanan. Para sahabat sangat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Rasul, mereka kemudian berhijrah dengan diam-diam meninggalkan kota Makkah tanpa sepengetahuan penduduknya. Namun, lain halnya dengan Umar ibn al-Khathab, dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa sesaat sebelum berangkat hijrah Umar membawa pedang dan menyelempangkan busur dengan menggenggam anak panah di tangan dan sebatang tongkat komando. la menuju ke Ka’bah disaat orang-orang Quraisy tengah berkumpul di sana. Dia melakukan tawaf di Kabah tujuh kali, kemudian menuju ke Maqam Ibrahim untuk melaksanakan shalat. Setelah itu, setiap perkumpulan orang banyak didatanginya satu per satu seraya berkata “Wajah-wajah celaka! Allah menistakan orang-orang ini! Aku akan berhijrah ke Madinah untuk melaksanakan perintah Rasulullah. Barang siapa yang ingin diratapi oleh ibunya, ingin anaknya menjadi yatim atau istrinya menjadi janda, silahkan datang menemui ku di balik lembah ini”. Tidak ada seorang pun dari mereka yang berani menjawab tantangan ini, akhirnya Umar hijrah ke Madinah tanpa ada ancaman atau dihalang-halangi oleh kaum musyrikin Quraisy, bahkan dibelakangnya juga ikut berhijrah beberapa kaum muslimin yang lemah. Baca juga Sering Bertengkar Dengan Ibu? “Semangkuk Bakso”, Coba Baca Cerita Pengorbanan Seorang Ibu Ini! 2 Keadilan untuk Rakyat, Walaupun Beragama Yahudi Sejak menjadi Gubernur di Mesir, Amr bin Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terdapat sebidang tanah kosong. Di tanah itu hanya ada gubuk reyot yang hampir roboh milik seorang Yahudi tua. Selaku Gubernur, Amr menginginkan agar di atas tanah tersebut didirikan sebuah masjid yang indah dan megah, seimbang dengan istananya. Ia merasa tidak nyaman dengan adanya gubuk Yahudi tersebut di atas tanah itu. Oleh karenanya, si Yahudi tua pemilik gubuk tersebut dipanggil ke istana. “Wahai orang Yahudi, aku berencana membangun sebuah masjid di atas lahan yang saat ini kau tempati. Berapa engkau mau menjual tanah dan gubukmu itu?” “Tidak akan kujual, Tuan,” jawab si Yahudi sambil menggelengkan kepalanya. “Bagaimana kalau kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?” goda sang Gubernur. “Tetap tidak akan kujual,” tegas si Yahudi. “Jika kubayar lima kali lipat, apakah kau akan menjualnya?” “Tidak, Tuan! Aku tetap tidak akan menjualnya, karena itulah satu-satunya harta yang kumiliki?” “Apakah kau tidak akan menyesal nantinya?” ancam sang Gubernur. “Tidak tuan” tegasnya mantap. Begitu si Yahudi tua itu pergi dari hadapannya, Amr bin Ash menetapkan kebijakan untuk membongkar gubuk reyot tersebut. Ia meminta supaya didirikan masjid besar di atas tanah itu dengan alasan demi kepentingan bersama dan memperindah pemandangan di tempat itu. Si Yahudi pemilik tanah dan gubuk reyot tersebut tidak bisa berbuat banyak atas kebijakan sang Gubernur. Ia hanya bisa menangis dan terus menangis. Namun, ia tidak putus asa, dan bertekad hendak mengadukan perihal itu kepada atasan gubernur yaitu Khalifah Umar ibn al-Khathab, di Madinah. Setibanya di Madinah, si Yahudi tersebut bertanya kepada orang-orang di sana, di mana letak istana sang Khalifah. Usai ditunjukkan, ia kaget bukan kepalang karena sang Khalifah tidak punya istana sebagaimana Gubernur Mesir yang punya istana sangat mewah. Bahkan, ia disambut oleh Khalifah di halaman Masjid Nabawi di bawah pohon kurma. “Apa keperluanmu datang jauh-jauh dari Mesir?” tanya Umar sesudah mengetahui bahwa tamunya itu berasal dari negeri jauh. Si Yahudi itu pun mengutarakan maksud dan tujuannya menghadap sang Khalifah. Dia membeberkan peristiwa yang menimpa dirinya serta kesewenang-wenangan Gubernur Mesir atas tanah dan gubuk satu-satu miliknya yang sudah reyot. Bagaimana reaksi Umar? Ia marah besar. “Kurang ajar si Amr bin Ash! Dia sungguh sudah keterlaluan!” umpat sang Khalifah. Lantas Umar lalu menyuruh si Yahudi itu untuk mengambil sepotong tulang unta. Tentu saja, si Yahudi itu menjadi bingung dan ragu dengan perintah sang Khalifah yang dianggapnya aneh dan tidak ada hubungannya dengan pengaduannya. Namun, akhirnya ia pun mengambil tulang itu dan kemudian diserahkan kepada Umar. Kemudian Umar menggores huruf alif dari atas ke bawah, lalu membuat tanda palang di tengah-tengah tulang tersebut dengan pedangnya. Kemudian, tulang itu diserahkan kepada si Yahudi yang masih bengong dan tidak mengerti maksud dari Khalifah. Umar hanya berpesan, “Bawalah tulang ini dan beritahukan kepada Gubernur Amr bin Ash bahwa ini dariku!” “Maaf Tuan, terus terang aku masih tidak mengerti. Aku datang jauh-jauh ke sini untuk meminta keadilan dari mu, bukan tulang yang tidak berharga ini,” protes si Yahudi. Sang Khalifah hanya tersenyum, tidak marah. Ia pun menegaskan, “Wahai orang yang menuntut keadilan, sesungguhnya pada tulang itulah terletak keadilan yang engkau inginkan.” Akhirnya, kendati pun hati si yahudi tersebut masih dongkol dan terus mengomel, dia pun pulang ke Mesir membawa tulang pemberian sang Khalifah. Setibanya di Mesir, ia menyerahkan tulang dari khalifah tersebut kepada sang Gubernur, Amr bin Ash. Namun, anehnya, begitu sang Gubernur menerima tulang itu, mendadak tubuhnya menjadi menggigil dan wajahnya pucat ketakutan. Lagi-lagi, si Yahudi tak mengerti terhadap situasi itu. Beberapa saat kemudian, sang Gubernur memerintahkan kepada bawahannya untuk membongkar masjid yang baru rampung dinbangun itu, dan supaya gubuk lelaki Yahudi tersebut dibangun kembali serta diserahkan kembali kepadanya. Beberapa saat sebelum masjid baru itu akan dirobohkan, si Yahudi berkata, “Maaf Tuan, tidak perlu dibongkar dulu masjid itu. Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu?” “Silakan, ada perlu apa lagi?” tanya Amr bin Ash. “Mengapa Tuan sangat ketakutan dan langsung menyuruh membongkar masjid baru itu, padahal Tuan hanya menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?” “Wahai orang Yahudi” jawab Amr, “Ketahuilah bahwa, tulang itu hanya tulang biasa. Akan tetapi, karena dikirimkan oleh Khalifah, tulang itu pun berubah menjadi peringatan keras bagiku.” “Maksudnya?” potong si Yahudi masih tidak mengerti. “Ya, tulang itu berisi ancaman dari Khalifah. Seolah-olah beliau berkata, “Hai Amr bin Ash, Ingatlah! siapa pun kamu sekarang dan betapa pun tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Oleh karena itu, bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan juga adil ke bawah. Sebab, apabila kamu tidak bertindak lurus, pedangku nantinya yang akan bertindak dan memenggal lehermu!” Si Yahudi tersebut tertunduk dan begitu terharu mendengar penuturan dari sang Gubernur. Ia sangat kagum atas sikap Khalifah yang tegas dan adil, serta sikap Gubernur yang sangat patuh dan taat kepada atasannya, hanya dengan menerima sepotong tulang unta kering. Sungguh mulia dan mengagumkan! Akhirnya, si Yahudi itu menyatakan memeluk Islam, lalu ia menyerahkan tanah dan gubuknya tersebut sebagai wakaf. 3 Aku Memaafkannya karena Dia Adalah Orang Saleh Pada suatu masa Umar ibn al-Khathab menulis surat untuk Fairuz ad-Dailami “Telah sampai laporan kepadaku bahwa kamu terlalu disibukkan oleh kehidupanmu yang menyenangkan. Apabila suratku ini sampai kepadamu, maka datanglah menghadapku lalu berperanglah di jalan Allah!” Usai menerima surat tersebut, Fairuz datang dan mohon izin untuk menemui Khalifah Umar. Ketika Umar mengizinkannya untuk masuk, tiba-tiba seorang pemuda Quraisy datang dan mendesaknya di pintu masuk. Karena diperlakukan demikian, Fairuz tidak terima begitu saja, ia melayangkan tinjunya ke hidung pemuda Quraisy tersebut. Tentu saja, wajah pemuda tersebut berdarah dan hal itu terlihat oleh Umar usai berhadapan dengannya. “Siapa yang telah berbuat begini padamu?” tanya Umar. Si pemuda menjawab, “Fairuz yang telah melakukannya. Ia tadi memukulku di pintu masuk.” Selanjutnya, giliran Fairuz yang masuk dan menghadap Umar. Sang Khalifah bertanya kepadanya, “Apa yang telah engkau lakukan padanya wahai Fairuz?” Ia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, pertama sekali, kami belum terlalu jauh dari nuansa kerajaan. Kedua, engkau telah menyuratiku sementara dia tidak kau surati. Ketiga, engkau telah mengizinkan aku untuk masuk, sedangkan ia belum kau izinkan, tetapi ia ingin masuk mendahuluiku dalam masa izinku itu, oleh karena itu aku memukulnya seperti yang telah ia ceritakan kepadamu.” “Jika demikian, engkau harus di-qishash” kata Umar. “Haruskah?” tanya Fairuz. “Ya, harus.” Kemudian Fairuz berdiri dengan kedua lututnya, sementara pemuda itu bangkit hendak melaksanakan qishash. Sekejap kemudian, Umar berkata kepada si pemuda, “Tunggu dulu, wahai pemuda. Sebelumnya aku akan memberitahukan kepadamu bahwa aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata pada suatu siang, “Malam ini, Aswad al- Ansi seorang nabi palsu akan terbunuh, pembunuhnya adalah seorang hamba yang saleh, Fairuz ad-Dailami. Setelah mendengar sabda Rasulullah ini, apakah kamu masih ingin mengambil qishash darinya?” Si pemuda menjawab, “Tidak, aku sudah memaafkannya sesudah engkau sampaikan kepadaku sabda Rasulullah tentang hal itu.” Kemudian Fairuz bertanya kepada Umar, “Apakah menurutmu ini jalan keluar yang terbaik untuk perbuatanku, yakni pengakuan bersalah dariku, lalu permaafan darinya dengan sukarela?” “Ya, benar.” Fairuz kemudian melanjutkan, “Aku mohon agar engkau menjadi saksi bahwa pedang, kuda, dan dari uangku, akan aku berikan kepadanya sebagai hibah? 4 Cambukan Untuk Putra Bangsawan Kisah Sahabat Pada suatu hari, disaat Umar ibn al-Khathab sedang duduk. Tiba-tiba ia didatangi oleh seorang lelaki dari Mesir dan dia bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, aku ingin mencari perlindungan kepadamu.” Umar menjawab, “Engkau telah mencari perlindungan kepada orang yang akan memberimu perlindungan, apa masalahmu wahai anak muda?” Pemuda Mesir itu bercerita, “Suatu hari, aku ikut dalam sebuah lomba pacuan kuda. Kudaku berhasil menyalip kuda salah seorang putra Amr ibn Ash, Gubernur Mesir. Tetapi karena kejadian itu, ia mencambukku dengan cemeti sambil berkata sombong bahwa dirinya putra bangsawan, peristiwa ini telah sampai ke telinga ayahnya, sang Gubernur. Tapi ia takut aku akan melaporkan kepada engkau. Sehingga aku dipenjarakan. Namun, segala puji bagi Allah, Dia berkehendak lain, aku dapat meloloskan diri dari penjara dan pergi ke sini untuk menemuimu.” Mendengar pengaduan pemuda Mesir tersebut, Khalifah Umar menulis surat kepada Gubernur Mesir, Amr bin Ash, “Apabila suratku ini telah sampai ke tanganmu, pergilah engkau dan anakmu si “Fulan” pada musim haji ini.” Sementara kepada pemuda Mesir itu dikatakan, “Tinggallah engkau di sini hingga mereka datang.” Amr bin Ash benar-benar datang memenuhi perintah Umar untuk menunaikan ibadah haji pada tahun itu. Ketika Khalifah Umar selesai mengerjakan ibadah haji, ia duduk bersama kaum muslimin lainnya, sementara Amr bin Ash dan putranya duduk di sisinya. Lalu, pemuda Mesir itu diminta untuk berdiri dan diberi sebuah cambuk olehnya, begitu juga dengan putra Amr bin Ash, Umar juga memintanya untuk berdiri. Setelah dijelaskan perkaranya, yang bersangkutan anak Amr pun mengakui perbuatannya, kemudian Umar mempersilakan pemuda Mesir itu untuk membalas cambukan yang dulu diterimanya. Pemuda Mesir itu pun terus mencambuk putra gubernur tersebut hingga orang-orang yang hadir merasa bahwa keadilan telah ditegakkan dengan hukuman itu. Akan tetapi, karena pemuda Mesir itu terus memberikan cambukannya, mereka lalu merasa iba dan bermaksud menghentikan hukuman itu. Sementara itu Umar berkata. “Cambuk putra bangsawan itu!” Pemuda Mesir tersebut menjawab. “Wahai Amirul Mukminin, aku telah mencambuk orang yang mencambukku!” “Ketahuilah,” lanjut Umar. “Demi Allah, seandainya engkau terus melanjutkan, maka tidak seorang pun dapat mencegahmu sehingga engkau sendiri yang menghentikan cambukan itu.” Kemudian, kepada sang Gubernur, Amr bin Ash, Umar berkata, “Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka?”. 5 Kami Mencuri karena Kelaparan Di dalam sebuah sidang peradilan, Umar ibn al-Khathab dihadapkan dengan dua orang pelayan yang masih kecil. Mereka dituduh melakukan pencurian seekor unta milik seorang laki-laki dari Bani Muzayyinah. Para pelayan cilik tersebut terlihat sangat kurus dan mukanya juga pucat. Tampak sekali penyesalan dan kekhawatiran terbayang dari wajah-wajah lusuh mereka, mengingat hukuman pencurian dalam Islam sangat berat, yaitu potong tangan. Mungkinkah mereka akan kehilangan salah satu tangan, pikir mereka. Padahal, buruh kasar seperti mereka, tangan adalah modal utama dalam mencari penghidupan. “Kenapa kalian mencuri?” tanya Umar memecahkan suasana. “Saat ini musim paceklik dan kami sangat kelaparan, wahai Amirul Mukminin,” ujar para pelayan. Umar terdiam sejenak, kemudian mengarahkan pandangannya ke hadirin, “Siapakah majikan dari para pembantu ini?” tanyanya. Di antara yang hadir tersebut menjawab bahwa majikan mereka adalah Hathib bin Abi Balta’ah. Selanjutnya, Umar meminta agar Hathib di bawa ke persidangan. Usai menghadap, Umar bertanya kepadanya, “Wahai Hathib, apakah benar engkau adalah majikan para pelayan ini?” “Iya, benar, wahai Amirul Mukminin,” jawab Hathib agak gugup. Umar kemudian melanjutkan, “Hampir saja aku menimpakan hukuman kepada mereka, kalau saja aku tidak dapat kabar bahwasanya engkaulah yang telah mempekerjakan mereka, tetapi engkau membiarkan mereka begitu saja dalam keadaan kelaparan sehingga mereka terpaksa mencuri. Dan, aku tidak akan menimpakan hukuman kecuali untukmu.” Selanjutnya, Umar menoleh ke arah pemilik unta seraya bertanya, “Berapa harga untamu?” Pemilik unta tersebut menjawab, “Empat ratus dirham.” Umar kemudian kembali menatap tajam kea rah Hathib, seolah-olah ia hendak menghunjam dalam hati majikan mereka. Hathib hanya menunduk. Selanjutnya, Umar mengeluarkan keputusan yang sangat bijaksana, “Pergi dan berikanlah kepada pemilik unta tersebut delapan ratus dirham, dua kali lipat dari harga yang semestinya.” Umar selanjutnya juga memberi keputusan kepada para pelayan tersebut. “Kalian pergilah, dan jangan mengulangi lagi perbuatan yang seperti ini!” Mendengar keputusan vonis tersebut, tentu saja para pelayan sangat senang dan menarik napas lega. Mereka menganggap bahwa keputusan seperti itu sangat bijaksana bagi mereka. 6 Hak Anak atas Orang Tua Seorang laki-laki datang menghadap Khalifah Umar untuk mengadukan perihal anaknya yang telah berbuat durhaka terhadapnya. Menanggapi pengaduannya itu, Umar lalu mendatangkan anaknya dan memberitahukan kepadanya bahwa dia telah mendurhakai ayahnya, dan ia melupakan hak-haknya terhadap ayahnya itu. Lantas si anak bertanya kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sebagai anak pun kami mempunyai hak-hak atas ayahnya?” “Ya, tentu,” jawab Umar. “Apakah hak-hak itu, wahai Amirul Mukminin?” susul sang anak. Umar menjawab, “Memilihkan siapa ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan Al-Quran kepadanya.” Sang anak pun tersenyum, lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum memenuhi satu pun di antara semua hak itu. Ibuku adalah seorang bangsa Ethiopia beragama Majusi. Mereka menamai aku dengan nama Ju’al kumbang kelapa, dan ayahku belum pernah mengajarkan satu huruf pun dari Al-Quran” Kemudian, Umar menoleh kepada lelaki itu seraya berkata, “Engkau telah datang kepadaku mengadukan perihal kedurhakaan anakmu. Padahal, engkau telah mendurhakainya terlebih dahulu sebelum dia mendurhakaimu. Engkau pun tidak pernah berbuat baik kepadanya sebelum dia berbuat buruk kepadamu.” 7 Tutupi aibnya dan Nikahkan Dia! Pada suatu hari, seorang laki-laki menghadap Khalifah Umar seraya berkata, “Wahai Amirul mukminin, aku mempunyai seorang anak perempuan. Pada masa jahiliyah, ketika ia masih kecil, aku pernah menguburnya hidup-hidup. Namun, sebelum ia mati, aku mengeluarkannya kembali dari dalam tanah. Setelah Islam datang, saya memeluk Islam, begitu pula dengannya, lantas, anakku itu melakukan suatu dosa yang hukumannya adalah had. Karena merasa malu, ia mengambil sebilah pisau dan berusaha untuk bunuh diri. Beruntung nya, kami sempat menyelamatkan nya walaupun ada bagian lehernya yang terluka. Kemudian kami mengobatinya hingga ia sembuh. Sekarang, dia dilamar oleh seorang laki-laki. Wahai Amirul Mukminin, apakah aku perlu memberitahukan peristiwa-peristiwa pada masa lalunya kepada lelaki yang melamarnya tersebut?” Umar menjawab, “Apakah engkau berniat hendak membeberkan hal yang telah ditutupi oleh Allah? Demi Allah, kalau engkau sampai memberi tahu laki-laki itu tentang keadaan buruk anak perempuanmu pada masa lalu itu, engkau sendiri akan kujadikan contoh buruk bagi seluruh penduduk. Nikahkan dia sebagai perempuan muslim yang suci!” 8 Wanita yang Terpaksa Berzina Terpaksa berzina Pada suatu hari, seorang wanita dituduh berzina dan kemudian dihadapkan kepada Khalifah Umar. Wanita itu pun ditanya, “Wahai wanita, Benarkah engkau berzina seperti yang dituduhkan orang-orang terhadapmu?” Wanita itu tertunduk, sedih penuh penyesalan. Ia lantas berterus terang mengakui perbuatannya, “Memang benar, wahai Amirul Mukminin.” Atas dasar pengakuan tersebut, Umar pun memerintahkan agar si wanita itu dirajam. Namun, sebelum eksekusi itu dilaksanakan, Ali ibn Abi Thalib yang saat itu hadir, berkata, “Barangkali dia mempunyai keterangan lain, wahai Amirul Mukminin.” Ali kemudian bertanya kepada si wanita, “Apa sebenarnya yang menyebabkan engkau berzina, wahai wanita?” Si wanita itu pun bercerita, “Dalam suatu perjalanan jauh, aku ditemani oleh seorang lak-laki. Dia mempunyai persediaan air dan susu pada untanya, sedangkan perbekalanku benar-benar habis saat itu. Aku sangat haus sehingga aku meminta agar dia mau menolongku dengan memberikan air barang seteguk. Akan tetapi, dia menolak. Sampai tiga kali aku meminta tolong dan dia tetap menolak, dia memnita sebagai gantinya aku harus bersedia menyerahkan diri kepadanya. Pada mulanya, aku dengan keras menolak permintaannya, akan tetapi setelah aku merasa hampir mati kehausan, terpaksa aku berikan apa yang dia inginkan. Setelah itu, barulah dia mau memberikan air kepadaku.” Mendengar keterangan tersebut, Ali pun mengucapkan takbir, lalu membaca firman Allah “Tetapi barang siapa yang terpaksa, bukan karena menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ali menoleh kepada Umar seraya berkata, “Wahai Amirul Mukmini, Aku berpendapat, hendaknya engkau membebaskan wanita ini dari hukuman had.” Akhirnya, Umar pun menerima pendapat Ali dan wanita tersebut dibebaskan dari hukuman. 9 Membacok Sepasang Paha Istri Cerita Sahabat Ketika Khalifah Umar sedang makan siang, tiba-tiba seorang laki-laki datang tergopoh-gopoh membawa sebilah pedang yang berlumuran darah sedangkan di belakangnya tampak beberapa orang yang sedang mengejarnya. Umar pun bertanya kepada orang-orang yang mengejar laki-laki tersebut, “Mengapa kalian mengejar laki-laki ini?” Mereka menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, dia baru saja membunuh seorang teman kami!” Umar lalu menoleh kepada laki-laki yang membawa pedang berlumuran darah itu, “Apa yang hendak kamu katakan?” “Wahai Amirul Mukminin, aku baru saja membacok sepasang paha istriku, akan tetapi karena di antara kedua pahanya tersebut terdapat seorang laki-laki, maka dengan sendirinya dia terbunuh.” Lalu, Umar bertanya lagi kepada mereka yang mengejar, “Nah, sekarang apa yang hendak kalian katakan?” Mereka menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, dengan pedangnya itu dia telah membunuh lelaki yang berada di tengah kedua paha istrinya.” Setelah mendengar kesaksian mereka yang cocok dengan pengakuan lelaki tersebut, Umar mengambil pedang yang berlumuran darah dari tangan lelaki itu, dan setelah itu dia guncang-guncangkan sebentar, kemudian pedang itu diserahkan lagi kepada pemiliknya seraya berkata, “Kalau ada lagi lelaki yang berani berbuat seperti itu, lakukanlah lagi!” 10 Khalifah Tidak Tidur pada Siang Hari Ketika Alexandria jatuh ke tangan pasukan kaum muslimin, Amr bin Ash segera mengutus Mu’awiyah ibn Khudaij agar menyampaikan berita gembira tersebut kepada Khalifah Umar di Madinah. Mu’awiyah tiba di Madinah pada siang hari, oleh karenanya, ia menduga bahwa Umar mungkin sedang istirahat atau tidur siang. Dia langsung saja pergi ke masjid Nabi. Beruntungnya, seorang pembantu Umar melihatnya dengan pakaian pengembaranya dan menanyakan perihal dirinya serta dari mana dia datang. Sang utusan, Mu’awiyah tersebut, menjawab, “Aku datang dari Alexandria.” Mendengar hal tersebut, segera saja sang pembantu itu pulang dan memberitahukan hal tersebut kepada Khalifah Umar. Khalifah pun segera menyuruh pelayan itu kembali dan memberitahu agar Mu’awiyah datang menghadapnya. Tampaknya, Umar begitu tak sabar sehingga ia segera bangkit tidak mau menunggu selang waktu sampai pelayan itu sampai kepadanya kembali. Ketika Umar hendak beranjak ke masjid, Mu’awiyah pun. Sang utusan itu menyampaikan berita kemenangan pasukan kaum muslimin. Seketika itu Umar bersujud di tanah menyatakan syukurnya kepada Allah. Usai bersujud, Umar berpaling kepada pelayannya menanyakan apakah di rumahnya masih tersedia makanan dan minuman. Sang pelayan selanjutnya datang lagi membawa sepotong roti dan minyak zaitun. Umar meletakkan hidangan sederhana itu di depan tamunya sambil bertanya, “Mengapa engkau tidak langsung datang kepadaku?” “Kupikir sekarang waktu istirahat dan barangkali engkau sedang tertidur,” jawab Mu’awiyah. Umar menjelaskan, “Maafkanlah aku, nampaknya, engkau tidak memiliki pendapat yang cukup tentang diriku. Siapa yang akan memikul tanggung jawab khalifah jika aku harus tidur siang hari?” 11 Sang Khalifah di depan pengadilan Kisah Umar Bin Khattab Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Rasulullah, dia merupakan orang yang kedua dipercaya oleh kaum muslimin untuk menduduki kursi khalifah setelah Abu Bakar Ash Shiddiq Suatu ketika, Khalifah Umar dan Ubay bin Ka’ab berselisih paham, mereka berdua membawa persoalan tersebut ke pengadilan. Yang menjadi hakim pada saat itu adalah Zaid bin Tsabit. Sang khalifah datang ke pengadilan sebagai terdakwa. Baru saja qadhi melihat Umar, ia pun menundukkan kepalanya memberi hormat layaknya seseorang memberi hormat kepada khalifah. Namun, Umar tidak suka diberlakukan demikian. Umar berkata, “Tidak pantas seorang qadhi memberi hormat kepada seseorang di depan pengadilan. Sebab, perlakuan itu tidak adil bagi orang lain di sini. Tapi biarlah, kali ini aku maafkan perbuatanmu”. Usai demikan Umar pun duduk di atas bangku orang-orang biasa di samping Ubay bin Ka’ab, pengadilan pun dimulai. Ubay meminta agar khalifah dikecualikan dari pengambilan sumpah. Qadhi menjelaskan bahwa yang demikian itu tidak mungkin untuk dilakukannya. Ia meminta agar Ubay mau mengadakan pengecualian karena terdakwa kali ini adalah khalifah. Melihat hal itu, tentu saja Umar tidak bersenang hati, “saudara qadhi”, tegas Umar, “Teruskanlah pengadilan ini sebagaimana mestinya. Sesudah ini, aku akan memikirkan tindakan apa yang akan diambil terhadap saudara atas sikap saudara yang tidak besrsedia memperlakukan para terdakwa sama rata di pengadilan hanya karena orang itu adalah Umar”. Baca juga20+ Contoh Puisi Baru Modern Terkeren, tentang Cinta, Romantis, Sahabat & Kesedihan, Lengkap! 5 Jurusan Kuliah Terfavorit Dengan Prospek Kerja Sangat Dibutuhkan 2019
Oleh Ni’amul Qohar Sahabat Umar bin Khaththab yang sangat terkenal dengan sifat tegas dan kerasnya tersebut, ternyata ada sisi lain yang sangat perlu untuk diketahui oleh umat Islam. Yaitu kisah sedih dan lucunya yang pernah beliau alami di Zaman Jahiliyah. Suatu ketika beliau dan para sahabat lainnya sedang bercengkrama dalam satu majlis dengan Rasulullah SAW. Waktu itu posisi duduknya tepat berada di dekat baginda Rasulullah SAW, sehingga membuatnya dimintai tolong untuk bercerita, “Wahai Umar, coba ceritakan kepadaku sebuah kisah yang bisa membuatku ketawa” perintah Rasulullah SAW. Umar pun bercerita di hadapan Rasulullah SAW dan para sahabat lainnya. Beliau mengisahkan cerita lucu yang pernah dialami sebelum memeluk agama Islam. Dahulu Umar bin Khaththab sebelum memeluk agama Islam pernah membuat patung berhala untuk disembah yang terbuat dari bahan manisan. Tiba di suatu hari beliau merasa sangat lapar, kepada patung itulah Umar bin Khaththab meminta makan dengan berkata “Demi Latta, Uzza, dan Manna! yang mulia, tolong berikan aku rizki berupa makanan!” Setelah selesai ritual penyembahan, beliau pun bergegas pergi ke dapur untuk mencari makanan. Akan tetapi, tidak menemukan makanan sedikit pun di sana. Tanpa pikir panjang, beliau kembali ke tempat penyembahan patung manisan itu berada. Karena tidak tahan dengan rasa lapar, akhirnya Umar bin Khaththab memakan patung tersebut sampai habis. Ketika sudah habis, beliau baru sadar bahwa patung ini adalah tuhannya, tempatnya memuja dan meminta, penyesalan pun menimpa Umar bin Khaththab seketika itu juga. Mendengar cerita Umar ibn Khaththab, baginda Rasulullah SAW ketawa terkekeh-kekeh hingga terlihat gigi gerahamnya. Lalu diikuti oleh para sahabat lainnya yang juga ikut ketawa. “Memangnya di mana akal sehatmu wahai Umar pada waktu itu?”, tanya Rasulullah SAW lebih lanjut. “Sebenarnya, aku memiliki akal yang cerdas Ya Rasulullah. Akan tetapi sesembah tersebut telah menyesatkanku pada waktu itu”, tegas jawaban Umar.*** “Wahai Umar, sekarang sampaikanlah cerita sedih kepadaku yang bisa membuatku menangis” pinta Rasulullah SAW untuk kedua kalinya. Sahabat Umar bin Khaththab pun memulai bercerita tentang kisahnya yang pilu ketika sebelum memeluk agama Islam. Dulu Umar bin Khaththab mempunyai seorang anak perempuan, di suatu hari beliau mengajaknya ke sebuah tempat. Setibanya di sana, beliau mulai menggali tanah membentuk sebuah lubang. Setiap kali tanah hasil galian mengenai bajunya, si anak perempuan itu selalu membersihkannya. Sementara ia tidak tahu bahwa lubang tersebut nantinya untuk menguburnya hidup-hidup sebagai persembahan untuk berhala. Setelah selesai menggalinya, Umar bin Khaththab melempar anak perempuan tersebut masuk ke dalam lubang. Ia merasa takut sehingga membuatnya menangis kencang sambil menutup wajahnya dengan penuh iba. Tetapi Umar tetap menguburnya hidup-hidup hingga ia tak tampak lagi sebab sudah tertutup tanah. Namun, bayangan wajahnya masih saja memenuhi pikiran Umar ketika sedang mengamati gundukan tanah tersebut sebelum meninggalkannya. Umar bin Khaththab bercerita sambil menahan tangis. Mendengar kisah Umar bin Khaththab yang menyedihkan itu membuat Rasulullah SAW sedih yang tak kuasa menahan tangis. Air matanya pun yang bening itu menetes di pipinya. Begitu pula dengan Umar yang telah sangat menyesali perbuatannya di Zaman Jahiliyah. Tidak ketinggalan pula para sahabat yang hadir di majlis tersebut menangis terenyuh dengan kisah Umar ibn Khaththab. Sumber Qutub Izziddin Jamil Al-Syarwi, “Fiqih Humor”, Perpustakaan Mutamakkin Press, Pati, 2016. Ulama Nusantara Center Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik
kisah lucu umar bin khattab